Saturday, 22 March 2014

Posted by Unknown
No comments | 03:19
A.    Kewibawaan pendidikan
Kewibawaan disebut juga Gezag berasal dari kata zeggen yang berarti berkata. Siapa yang perkataanya mempunyai perkatan yang mengikat terhadap orang lain,berarti mempunyai kewibawaan atau gesag terhadap orang lain. Kewibawaan dapat dikatakan sebagai syarat mutlak untuk mendidik. Dalam pergaulan antara anak dengan anak tidak mungkin muncul situasi pendidikan, sebab di dalam pergaulan tersebut tidak akan terdapat hubungan berdasarkan kewibawaan. Kewibawaan (kewibawaan pendidikan) adalah kekuatan pribadi pendidik yang diakui dan diterima secara sadar dan tulus oleh anak didik, sehingga dengan kebebasannya anak didik, sehingga dengan kebebsannya anak didik mau menuruti pengaruh positif dari pendidiknya.
Dalam definisi kewibawaan tersebut antara lain tersurat kalimat “kekuatan pribadi pendidik”. Artinya, kewibawaan pendidik tidak terletak pada penampilan fisik seseorang saja seperti : postur tubuhnya, pakaian yang dikenakannya, dsb. Memang benar bahwa pribadi menampilkan diri melalui tubuh atau kebadanianya, tetapi pribadi bukanlah badan dalam artian sesuatu yang bersifat fisik (kebendaan) belaka. Pribadi pendidik hakikatnya adalah kesatuaan badani-rohani. Dengan kata lain, pribadi merupakan keseluruhan sifat-sifat seseorang yang menunjukkan watak orang yang bersangkutan. Sebab itu, tidak sewajarnya kita membuat dikotomi antara kewibawaan lahiriah ( badani) dan kewibawaan ( rohaniah) dari seorang pendidik.
Adapun yang dimaksud dengan kalimat “ mau menuruti pengaruh positif dari pendidiknya” yang tersurat dalam definisi kewibawaan itu, yakni kesediaan anak didik atas dasar kesadarannya,atas dasar pilihannya, atau atas dasar kebebasannya untuk menerima pengaruh baik seperti : pelajaran, ajakan, contoh, nasihat, larangan,tugas dsb-dari pendidiknya. Lengeveld berpendapat bahwa pendidikan anak sesungguhnya baru dimulai pada umur 3 tahun. Jika ada usaha yang dimulai atau diberikan sebelum anak berusia 3 tahun, ini disebut dengan pendidikan pendahuluan.
Jika anak sudah dapat mengakui kewibawaan pendidik, maka saat itulah dapat dimulai pendidikan dan pengenalan norma yang sesungguhnya. Anak bukan sekedar harus berbuat sesuai dengan norma secara paksa tanpa mengetahui normanya, melainkan norma itu sendirilah yang diperkenalkan kepada peserta didik. Maka dari itu, pendidik harus menjadikan diri sendiri menjadi perwujudan norma itu sendiri. Selain itu, ada atau tidaknya pendidik sangat mempengaruhi sifat perdik menghadapi norma. Agar kewibawaan yang dimiliki oleh pendidik tidak goyah, tidak lemah, maka hendaknya pendidik itu selalu:
a.       Bersedia memberi alasan
b.      Bersikap you attitude
c.       Bersikap sabar
d.      Bersikap memberi kebebasan

B.     Faktor Penentu Kewibawaan Pendidikan
Menurut M.J Langeveld ( 1980:49-65) dalam hubunganya dengan anak didik, kewibawaan pendidik akan tertentukan oleh berbagai faktor yaitu:
1.      Kasih sayang terhadap anak didik
Motif intrinsik yang perlu ada pada diri pendidik adalah rasa kasih sayang terhadap anak didik. Atas dasar kasih sayang ini pendidik akan rela berkorban demi kepentingan anak didiknya, bahkan meskipun tanpa mendapatkan imbalan sekalipun. Oleh karena itu dikatakan kasih sayang adalah dasar  pendidikan.
2.      Kepercayaan bahawa anak akan mampu dewasa
Pendidik harus percaya bahwa anak didiknya mampu berdiri sendiri. Kepercayaan pendidik terhadap anak didik semacam itu akan memberi dorongan,keberanian,keyakinan dan keinginan pada diri anak didik untuk berusaha agar menjadi dewasa.
3.      Kedewasaan
Pendidik seharusnya adalah orang dewasa, artinya orang yang mampu menentukan diri atas tanggung jawab sendiri, dan mampu menempatkan dirinya dalam kehidupan masyarakat.
4.      Indentifikasi terhadap anak didik
Pendidik dapat mengenali berbagai karakeristik seperti: tingkat kemampuan berfikir anak didik, minat dan  bakat anak didik, dll. Pendidik akan mengetahui kepentingan anak didik dan memahami pentingnya menjaga anak didik.
5.      Tanggung jawab pendidikan
Pendidik harus sudah memiliki kelebihan baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai ,norma dsb karena anak didik merupakan orang yang belum mandiri dan belum mampu bertanggung jawab, sehingga masih tergantung pada orang dewasa.

C.    Pengaruh kewibawaan pendidik terhadap peserta didik
Dalam semua kewibawaan terdapat identifikasi sebagai dasar dalam pelaksanaannya maupun penerimaannya. Dalam hal ini jika seorang pendidik menjalankan kewibawaan pendidikan maka ia seakan terdidik oleh dirinya sendiri  dan anak didik yang menerimanya pada waktu bersamaan pun seakan mendidik dirinya sendiri. Sehingga, seorang pendidik perlu memiliki kewibawaan agar mampu menciptakan dan memberikan panutan kepada peserta didik untuk mencapai kedewasaannya.
Untuk memberikan suatu pengaruh kepada anak didiknya, seorang pendidik perlu memiliki sebuah kewibawaan. Selain itu, kewibawaan seorang pendidik untuk memberikan pengaruh kepada peserta didik perlu memperhatikan faktor-faktor berikut:
1.      Kemampuan anak didik dalam menyadari “diri/aku” dan memahami bahasa;
2.      Kepercayaan anak didik kepada pendidik;
3.      Identifikasi;
4.      Imitasi dan simpati;
5.      Kebebasan anak untuk menentukan sikap, perbuatan dan masa depannya.
Kewibawaan pendidik dapat memiliki 2 pengaruh, baik pengaruh positif maupun pengaruh negative terhadap peserta didik.
Adapun pengaruh positif kewibawaan pendidik terhadap peserta didik:
1.      Pendidikakan dihormati dan diteladani oleh peserta didik.
2.      Dapat mempengaruhi peserta didik untuk patuh terhadap peraturan secara sadar dan sukarela.
3.      Dapat membentuk kepribadian yang baik dan santun bagi peserta didik.
Sedangkan pengaruh negative kewibawaan pendidik terhadap peserta didik yaitu:
1.      Mematikan potensi kepemimpinan peserta didik.
2.      Menurunkan peraturan sistematik yang terus-menerus karena peran pendidik lebih dominan.
3.      Membentuk karakter peserta didik yang pemberontak,  suka melanggar aturan dan melecehkan pendidik.
4.      Peserta didik mematuhi peraturan dikarenakan takut.
5.      Pesertadidikakanmenjadipribadi yang egois di lingkunganmasyarakat.
Mengenai kewibawaan pendidik, kepercayaan anak didik kepada pendidik adalah suatu hal yang berharga dan tidak boleh disiasiakan oleh pendidik. Munculnya pengaruh negative kewibawaan pendidik terhadap peserta didik dapat dikarenakan terlalu berlebihannya kewibawaan seorang pendidik, terlalu menunjukkan diri sebagai seorang pendidik yang berwibawa, dan sebagainya.
Kewibawaan peserta didik secara lebih detail dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar peserta didiknya, motivasi peserta didik, kedisiplinan, kepemimpinan, prestasi/pencapaian peserta didik dan sebaginya.

Wednesday, 19 March 2014

Posted by Unknown
No comments | 08:52
Konseling kelompok adalah salah satu bentuk teknik bimbingan. Konseling kelompok merupakan bagian terpadu dari keseluruhan program Bimbingan dan Konseling komprehensif yaitu bagian terpadu dari keseluruhan program pendidikan setiap sekolah sesuai dengan perkembangan siswa.
Kemampuan yang perlu dimiliki dan diterapkan oleh seorang konselor adalah kemampuan memberi layanan konseling dalam kegiatan kelompok. Keterampilan ini diperoleh melalui mata kuliah khusus yaitu Bimbingan dan Konseling Kelompok, teori, dan teknik konseling kelompok, atau konseling dan psikoterapi kelompok.
Konseling kelompok penting bagi konseli terutama individu yang memperoleh kesulitan membutuhkan suasana kelompok untuk memecahkan kesulitannya. Kadang konseli kesulitan mengemukakan masalahnya secara individu atau membutuhkan orang lain. Kadang seorang konseli tidak berani bertatap muka dengan seorang konselor. Diperlukan juga pengamatan secara sosial perilaku konseli di dalam lingkungan kelompok.

Nah, kali ini saya akan membagikan buat anda ebook tentang Strategi Dan Kemampuan Dalam Konseling Kelompok


Monday, 17 March 2014

Posted by Unknown
No comments | 11:32
Pada bab ini, kita akan membahasa tentang tiga proses penting yang menggabungkan ketiga proses untuk mengubah individu satunya menjadi anggota kelompok, yaitu inklusi, kolektivisme, dan identitas.
A.    Isolasi untuk inklusi
Ada beberapa teori mengatakan, bahwa ketika saat mengidentifikasi proses psikologis dasar mereka mengendalikan tindakan manusia di berbagai situasi dan tempat,  termasuk kebutuhan-kebutuhan mereka (Maslow, 1970; Pittman & Zeigler, 2007). (Maslow, 1970; Pittman & Zeigler, 2007).

1.      Kebutuhan untuk memiliki
Seseorang ketika disurvei tentang reaksi mereka terhadap laporan isolasi, mereka cenderung sadar, merenung, dan meningkatkan spiritualitas yang terjadi ketika seseorang secara fisik terisolasi dari interaksi dengan orang lain. Ketika mereka sendiri, mereka dapat menemukan siapa saya dan menentukan apa yang saya inginkan. Beberapa filsuf, penulis, dan seniman telah mencapai puncak kreativitas mereka selama masa isolasi, ketika mereka tidak terganggu oleh orang lain. Akan tetapi, pada kondisi yang berbeda, isolasi dapat memberikan dampak yang kurang menyenangkan sehingga dapat memunculkan atau menciptakan berbagai kelompok sosial seperti asosiasi sukarela, koperasi dan kelompok hobi.
2.      Rasa sakit pengucilan
Perasaan butuh untuk memiliki sesuatu terlihat lebih jelas ketika kebutuhan digagalkan. Kebanyakan orang, baik itu muda maupun tua, mereka menemukan periode yang berlarut-larut sehingga dapat menimbulkan isolasi sosial yang mengganggu. Dalam hal ini juga, dapat menimbulkan stress sehingga dapat menimbulkan aktivasi sistem nervos sympathics (peningkatan denyut jantung, dilatasi pupil) yang menyiapkan individu untuk melawan ancaman (pertarungan) atau untuk melarikan diri dari pengobatan.

3.      Evolusi dan inklusi di kelompok
Teori evolusi mengasumsikan bahwa keuntungan dari kehidupan kelompok, lebih dari beberapa generasi, akhirnya menjalin sosialitas ke dalam DNA dari ras manusia. Dalam dunia modern, keuntungan hidup kelompok selama kesendirian tidak begitu berarti. Pada dasarnya juga karakteristik yang meningkatkan kebugaran kami dikatakan dapat memiliki dasar genetik.
B.     Dari Individualisme untuk Kolektivisme
Individualisme didasarkan pada kemerdekaan setiap individu. Perspektif ini mengasumsikan bahwa orang-orang otonom dan harus bebas untuk bertindak dan berpikir dengan cara yang mereka suka, daripada tunduk pada tuntutan kelompok. Kolektivisme diakui bahwa kelompok-kelompok manusia tidak lebih agregasi dari individu mandiri, tapi set kompleks aktor independen yang terus-menerus harus menyesuaikan tindakan dan reaksi lain di sekitar mereka. Pada kelompok masyarakat lain, maka mereka tidak akan menawarkan bantuan (Ratner & Miller 2001). Sebaliknya, orang-orang dalam hubungan komunal lebih peduli dengan apa yang kelompok mereka terima dibandingkan dengan hasil pribadi mereka sendiri.
1.      Hubungan sosial
Individu yang kolektivis, mencari pekerjaan yang akan meningkatkan kualitas hubungan mereka dengan orang lain, dan kepuasan mereka dengan pekerjaan mereka yang bergantung pada kualitas hubungan mereka dengan rekan kerja mereka. Individu di Bursa Hubungan memantau masukan mereka ke dalam kelompok, berusaha untuk memaksimalkan hadiah secara pribadi yang mereka terima melalui keanggotaan, dan akan menjadi tidak puas jika kelompok mereka menjadi terlalu mahal bagi mereka.
2.      Kewajiban Sosial
Orientasi kolektif membutuhkan kemauan untuk bekerjasama dengan lainnya, dan tingkat  optimisme yang lain ini juga berkomitmen lebih dengan kepentingan bersama daripada hasil pribadi mereka sendiri. Dan hal ini juga dpat menimbulkan atau menanam nilai kewajiban pada diri individu.
3.      Sosial Diri
Orientasi komunal bukan hanya tentang hubungan dan kewajiban. Sebagai orang yang mengadopsi orientasi lebih pada yang lainnya juga berpusat pada mereka yang mengubah cara mereka berpikir tentang diri mereka sendiri. Unik, kualitas-sifat individualistis, keyakinan, keterampilan, dan seterusnya-merupakan identitas pribadi. Identitas sosial yang mencakup semua kualitas-kualitas yang muncul dari keanggotaan dalam fase kelompok sosial, lingkungan, suku, kota, kawasan, dan negara.
4.      Variasi Kolektivisme
Orang-orang dari budaya individualistis dan collectivistic bahkan menghina satu sama lainnya. Penghinaan pribadi, seperti "Kamu bodoh," ciri konflik dalam budaya individualistis, sedangkan pernyataan tentang keluarga seseorang dan perselisihan antara dua kelompok melambangkan kolektivis (Semin & Rubini, 1990). Penelitian lain telah menyarankan bahwa orang-orang dari negara-negara collectivistic menolak menggambarkan kualitas mereka jika konteks sosial tidak ditentukan, Jepang, misalnya, menggambarkan diri mereka berbeda ketika mereka dengan orang yang berbeda dan dalam situasi sosial yang berbeda. Amerika, sebaliknya, menggambarkan diri mereka sama di situasi yang berbeda (Cousins, 1989). Pengamatan ini hanya generalisasi, namun untuk orang-orang budaya dalam tidak mungkin mengadopsi orientasi negara asal mereka.
C.     Dari Identitas Pribadi untuk Identitas Sosial
Identitas pribadi merupakan komponen dari konsep-diri yang drive dari kualitas pribadi  individualistis seperti sifat, keyakinan, dan keterampilan. Sedangkan Identitas sosial merupakan komponen konsep diri yang mencakupàsosial (atau kolektif diri)  semua orang kualitas petugas untuk hubungan dengan orang lain, kelompok, dan masyarakat.
1.      Teori Identitas Sosial: Dasar-dasar
Teori identitas sosial Sebuah analisis teoretis dari proses kelompok dan antargolongan hubungan yang mengasumsikan kelompok mempengaruhi anggota mereka dalam konsep diri dan harga diri, terutama ketika individu mengkategorikan diri sebagai anggota kelompok dan identitas kelompok. Antargolongan minimal Situasi prosedur penelitian yang dikembangkan oleh Henri Tajfil dan John Turner dalam studi mereka tentang konflik antargolongan yang melibatkan menciptakan kelompok sementara anonim, orang-orang yang tidak berkaitan. Kategorisasi sosial Klasifikasi persepsi orang, terhadap dirinya, ke dalam kategori.
prototipe (atau stereotip) Sebuah sosial bersama set generalisasi kognitif (misalnya, keyakinan, harapan) tentang kualitas dan karakteristik khas anggota kelompok tertentu atau kategori sosial.
2.      Motivasi dan Identitas Sosial
Teori identitas sosial memberikan kunci wawasan ke sejumlah proses psikologis dan interpersonal, termasuk kolektivisme, persepsi outgroup, anggapan permeabilitas ingroup, toleransi terhadap penyimpangan dalam kelompok, meningkatkan kepuasan dengan kelompok, dan perasaan solidaritas (Kenworthy et al. , 2008; Leach et al, 2008). Michael Hogg (2005) menunjukkan bahwa setidaknya dua motif dasar kategorisasi mempengaruhi cara sosial dan proses identifikasi bergabung untuk membentuk rasa diri seseorang. Secara umum, individu termotivasi untuk berpikir baik tentang diri mereka sendiri, dan karena kelompok mereka terdiri dari porsi yang signifikan dari diri mereka, mereka mempertahankan diri mereka dengan memikirkan baik kelompok mereka, Kedua, Hogg menunjukkan bahwa pemahaman-diri adalah motif inti untuk kebanyakan orang, dan bahwa kelompok-kelompok orang menawarkan cara pemahaman sendiri.

Biasanya ingroup-outgroup sering mengintensifkan konflik antar kelompok, tetapi juga berkontribusi pada harga diri dan kesejahteraan emosional dari anggota kelompok. Teori identitas sosial berpendapat bahwa orang-orang termotivasi untuk memelihara atau meningkatkan perasaan harga diri mereka, dan karena harga diri anggota terkait dengan kelompok-kelompok mereka, perasaan mereka harga diri dapat ditingkatkan dengan menekankan keunggulan relatif kelompok mereka untuk lain kelompok.Pada bab ini, kita akan membahasa tentang tiga proses penting yang menggabungkan ketiga proses untuk mengubah individu satunya menjadi anggota kelompok, yaitu inklusi, kolektivisme, dan identitas.
A.    Isolasi untuk inklusi
Ada beberapa teori mengatakan, bahwa ketika saat mengidentifikasi proses psikologis dasar mereka mengendalikan tindakan manusia di berbagai situasi dan tempat,  termasuk kebutuhan-kebutuhan mereka (Maslow, 1970; Pittman & Zeigler, 2007). (Maslow, 1970; Pittman & Zeigler, 2007).

1.      Kebutuhan untuk memiliki
Seseorang ketika disurvei tentang reaksi mereka terhadap laporan isolasi, mereka cenderung sadar, merenung, dan meningkatkan spiritualitas yang terjadi ketika seseorang secara fisik terisolasi dari interaksi dengan orang lain. Ketika mereka sendiri, mereka dapat menemukan siapa saya dan menentukan apa yang saya inginkan. Beberapa filsuf, penulis, dan seniman telah mencapai puncak kreativitas mereka selama masa isolasi, ketika mereka tidak terganggu oleh orang lain. Akan tetapi, pada kondisi yang berbeda, isolasi dapat memberikan dampak yang kurang menyenangkan sehingga dapat memunculkan atau menciptakan berbagai kelompok sosial seperti asosiasi sukarela, koperasi dan kelompok hobi.
2.      Rasa sakit pengucilan
Perasaan butuh untuk memiliki sesuatu terlihat lebih jelas ketika kebutuhan digagalkan. Kebanyakan orang, baik itu muda maupun tua, mereka menemukan periode yang berlarut-larut sehingga dapat menimbulkan isolasi sosial yang mengganggu. Dalam hal ini juga, dapat menimbulkan stress sehingga dapat menimbulkan aktivasi sistem nervos sympathics (peningkatan denyut jantung, dilatasi pupil) yang menyiapkan individu untuk melawan ancaman (pertarungan) atau untuk melarikan diri dari pengobatan.

3.      Evolusi dan inklusi di kelompok
Teori evolusi mengasumsikan bahwa keuntungan dari kehidupan kelompok, lebih dari beberapa generasi, akhirnya menjalin sosialitas ke dalam DNA dari ras manusia. Dalam dunia modern, keuntungan hidup kelompok selama kesendirian tidak begitu berarti. Pada dasarnya juga karakteristik yang meningkatkan kebugaran kami dikatakan dapat memiliki dasar genetik.
B.     Dari Individualisme untuk Kolektivisme
Individualisme didasarkan pada kemerdekaan setiap individu. Perspektif ini mengasumsikan bahwa orang-orang otonom dan harus bebas untuk bertindak dan berpikir dengan cara yang mereka suka, daripada tunduk pada tuntutan kelompok. Kolektivisme diakui bahwa kelompok-kelompok manusia tidak lebih agregasi dari individu mandiri, tapi set kompleks aktor independen yang terus-menerus harus menyesuaikan tindakan dan reaksi lain di sekitar mereka. Pada kelompok masyarakat lain, maka mereka tidak akan menawarkan bantuan (Ratner & Miller 2001). Sebaliknya, orang-orang dalam hubungan komunal lebih peduli dengan apa yang kelompok mereka terima dibandingkan dengan hasil pribadi mereka sendiri.
1.      Hubungan sosial
Individu yang kolektivis, mencari pekerjaan yang akan meningkatkan kualitas hubungan mereka dengan orang lain, dan kepuasan mereka dengan pekerjaan mereka yang bergantung pada kualitas hubungan mereka dengan rekan kerja mereka. Individu di Bursa Hubungan memantau masukan mereka ke dalam kelompok, berusaha untuk memaksimalkan hadiah secara pribadi yang mereka terima melalui keanggotaan, dan akan menjadi tidak puas jika kelompok mereka menjadi terlalu mahal bagi mereka.
2.      Kewajiban Sosial
Orientasi kolektif membutuhkan kemauan untuk bekerjasama dengan lainnya, dan tingkat  optimisme yang lain ini juga berkomitmen lebih dengan kepentingan bersama daripada hasil pribadi mereka sendiri. Dan hal ini juga dpat menimbulkan atau menanam nilai kewajiban pada diri individu.
3.      Sosial Diri
Orientasi komunal bukan hanya tentang hubungan dan kewajiban. Sebagai orang yang mengadopsi orientasi lebih pada yang lainnya juga berpusat pada mereka yang mengubah cara mereka berpikir tentang diri mereka sendiri. Unik, kualitas-sifat individualistis, keyakinan, keterampilan, dan seterusnya-merupakan identitas pribadi. Identitas sosial yang mencakup semua kualitas-kualitas yang muncul dari keanggotaan dalam fase kelompok sosial, lingkungan, suku, kota, kawasan, dan negara.
4.      Variasi Kolektivisme
Orang-orang dari budaya individualistis dan collectivistic bahkan menghina satu sama lainnya. Penghinaan pribadi, seperti "Kamu bodoh," ciri konflik dalam budaya individualistis, sedangkan pernyataan tentang keluarga seseorang dan perselisihan antara dua kelompok melambangkan kolektivis (Semin & Rubini, 1990). Penelitian lain telah menyarankan bahwa orang-orang dari negara-negara collectivistic menolak menggambarkan kualitas mereka jika konteks sosial tidak ditentukan, Jepang, misalnya, menggambarkan diri mereka berbeda ketika mereka dengan orang yang berbeda dan dalam situasi sosial yang berbeda. Amerika, sebaliknya, menggambarkan diri mereka sama di situasi yang berbeda (Cousins, 1989). Pengamatan ini hanya generalisasi, namun untuk orang-orang budaya dalam tidak mungkin mengadopsi orientasi negara asal mereka.
C.     Dari Identitas Pribadi untuk Identitas Sosial
Identitas pribadi merupakan komponen dari konsep-diri yang drive dari kualitas pribadi  individualistis seperti sifat, keyakinan, dan keterampilan. Sedangkan Identitas sosial merupakan komponen konsep diri yang mencakupàsosial (atau kolektif diri)  semua orang kualitas petugas untuk hubungan dengan orang lain, kelompok, dan masyarakat.
1.      Teori Identitas Sosial: Dasar-dasar
Teori identitas sosial Sebuah analisis teoretis dari proses kelompok dan antargolongan hubungan yang mengasumsikan kelompok mempengaruhi anggota mereka dalam konsep diri dan harga diri, terutama ketika individu mengkategorikan diri sebagai anggota kelompok dan identitas kelompok. Antargolongan minimal Situasi prosedur penelitian yang dikembangkan oleh Henri Tajfil dan John Turner dalam studi mereka tentang konflik antargolongan yang melibatkan menciptakan kelompok sementara anonim, orang-orang yang tidak berkaitan. Kategorisasi sosial Klasifikasi persepsi orang, terhadap dirinya, ke dalam kategori.
prototipe (atau stereotip) Sebuah sosial bersama set generalisasi kognitif (misalnya, keyakinan, harapan) tentang kualitas dan karakteristik khas anggota kelompok tertentu atau kategori sosial.
2.      Motivasi dan Identitas Sosial
Teori identitas sosial memberikan kunci wawasan ke sejumlah proses psikologis dan interpersonal, termasuk kolektivisme, persepsi outgroup, anggapan permeabilitas ingroup, toleransi terhadap penyimpangan dalam kelompok, meningkatkan kepuasan dengan kelompok, dan perasaan solidaritas (Kenworthy et al. , 2008; Leach et al, 2008). Michael Hogg (2005) menunjukkan bahwa setidaknya dua motif dasar kategorisasi mempengaruhi cara sosial dan proses identifikasi bergabung untuk membentuk rasa diri seseorang. Secara umum, individu termotivasi untuk berpikir baik tentang diri mereka sendiri, dan karena kelompok mereka terdiri dari porsi yang signifikan dari diri mereka, mereka mempertahankan diri mereka dengan memikirkan baik kelompok mereka, Kedua, Hogg menunjukkan bahwa pemahaman-diri adalah motif inti untuk kebanyakan orang, dan bahwa kelompok-kelompok orang menawarkan cara pemahaman sendiri.
Biasanya ingroup-outgroup sering mengintensifkan konflik antar kelompok, tetapi juga berkontribusi pada harga diri dan kesejahteraan emosional dari anggota kelompok. Teori identitas sosial berpendapat bahwa orang-orang termotivasi untuk memelihara atau meningkatkan perasaan harga diri mereka, dan karena harga diri anggota terkait dengan kelompok-kelompok mereka, perasaan mereka harga diri dapat ditingkatkan dengan menekankan keunggulan relatif kelompok mereka untuk lain kelompok.

Please Follow Me !!!

×

Powered By Blogger Widget and Get This Widget