Thursday, 27 March 2014

Posted by Unknown
No comments | 08:14
PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN
Pilihan pendidikan dan Pekerjaan setelah SMU berasal dari per­kembangan kognitif pada tahun yang lebih awal dan seringkali mempresentasikan peluang pertumbuhan kognisi yang lebih jauh lagi.
Transisi ke Universitas
Pendaftaran ke perguruan tinggi sekarang masih tinggi dan akan terus bertambah, sebagian dikarenakan wanita dengan usia yang lebih tua kembali bersekolah (Snyder & Hoffman, 2002). Pada saat ini, hampir semua lulusan SMU berencana melanjutkan pendidikan mereka, dan hampir 2 dari tiga orang yang melanjutkan langsung ke perguruan tinggi, dibandingkan dengan satu dari dua orang pada tahun 1972 (NCES Digest of Education Statis­tics, 2001).

Pada 1970-an, wanita jarang masuk perguruan tinggi dan jarang yang menyelesaikannya. Pada saat ini, wanita merupakan setengah dari seluruh gelar S1 yang ada. Walaupun demikian, wanita masih cenderung menjadi mayoritas pada lapangan yang secara tradisional "feminin", seperti pendidikan, perawat, dan psikologi. Mayoritas lulusan teknik dan ilmu komputer masih dipegang pria, akan tetapi jurang gender semakin menyempit pada ilmu pengetahuan alam dan semakin mendekat pada matematika dan ilmu fisika (NCES Digest, 2001).
Status sosioekonomi memainkan peran besar pada akses ke pendidikan tinggi. Pada 1999, 76 persen litlusan SMU dari keluarga kelas atas—diban­dingkan 49 persen dari keluarga kelas bawah—segera mendaftar ke pergu­ruan tinggi (NCES Digest, 2001).
Mayoritas mahasiswa mendaftarkan din pada institut bermasa pendi­dikan empat tahun dan memberikan gelar kesarjanaan, dan sebagian besar yang menyelesaikan tahun pertama mereka melanjutkan studi mereka sampai mendapatkan gelar (NCES 1999, 2001). Akan tetapi, pola pendaftar­an telah bergeser sejak 1970; terjadi peningkatan jumlah mahasiswa yang mendaftar kuliah secara paruh waktu atau memasuki program dua tahunan (Seftor & Turner, 2002). Pada 1996, hampir setengah dari semua lulusan SMU yang tidak memasuki perguruan tinggi mendaftarkan diri pada pendi­dikan kejuruan, sebagian besar ke perguruan tinggi komunitas (community college) dan utamanya pada bidang bisnis, kesehatan, dan teknis serta pengetahuan alam (U.S Department of Education, 2000).
Sebagian bes'ar anak muda yang tidak mendaftarkan diri pada pendidik­an tinggi, atau tidak menyelesaikan pendidikannya, memasuki pasar kerja, tapi banyak di antara mereka yang kembali ke sekolah beberapa waktu ke­mudian. Pada 1999, sekitar 39 persen siswa pendidikan tinggi berusia 25 tahun ke atas (Snyder & Hoffman, 2002). Lulusan perguruan tinggi bisa berharap untuk mendapatkan gaji hampir dua kali lipat dari mereka yang hanya memegang ijazah SMU (Day & Newburger, 2002).
Pelajaran perguruan tinggi dan bahkan gelar penuh atau program ber­sertifikat yang tersedia makin banyak yang bisa didapatkan melalui pelajaran jarak jauh, di mana instruktur dan mahasiswa dipisahkan oleh ruang, dan terkadang, waktu. Pelajaran disampaikan melalui surat, e-mail, Internet, telepon, video (langsung maupun rekaman), atau cara teknologi lain (Ma­riani, 2001). Mahasiswa berusia lebih tua, terutama wanita, yang indepen­-den secara keuangan, bekerja penuh waktu, menikah, atau memiliki anak, adalah yang paling banyak mengikuti pelajaran jarak jauh (Sikora & Carroll, 2002).
Bagi anak muda pada masa transisi dari remaja ke dewasa, keterbuka­annya terhadap pendidikan atau lingkungan kerja baru, yang terkadang jauh dari rumahnya, menawarkan peluang untuk mengasah kemampuan­nya,.mempertanyakan asumsi yang sudah dipegang sejak lama, dan men­coba cara baru memandang dunia. Untuk jumlah siswa dengan usia non­tradisional, pendidikan perguruan tinggi atau tempat kerja dapat menyala­kan kembali keingintahuan intelektual, meningkatkan peluang pekerjaan, dan mempertinggi keterampilan kerja.
Pertumbuhan Kognitif di Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan pertumbuhan kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespons terhadap kurikulum yang menawarkan wawasan dan cara berpikir ham; terhadap mahasiswa lain yang berbeda dalam soal pandangan dan nilai; terhadap kultur mahasiswa, yang berbeda dengan kultur pada umumnya; dan terhadap anggota fakultas, yang memberikan model baru.
Pilihan perguruan tinggi dapat mewakili pengejaran terhadap hasrat yang menggebu atau awal dari karier masa depan. Pemilihan tersebut juga cenderung memengaruhi pola berpikir. Dalam studi longitudinal terhadap 165 mahasiswa strata 1, pria dengan jurusan ilmu pengetahuan alam, huma­niora dan pengetahuan sosial menunjukkan peningkatan dalam penalaran sehari-hari mereka pada tahun-tahun senior mereka, akan tetapi pelajaran yang berbeda menghasilkan jenis penalaran yang berbeda pula. Pelajaran dalam ilmu sosial mengarah kepada pemikiran statistik dan metodologis­kemampuan menggeneralisir pola. Mahasiswa dengan fokus studi kepada humaniora dan ilmu pengetahuan alam memiliki pemikiran kondisional yang lebih baik—logika deduktif formal, seperti yang digunakan dalam pemro­graman komputer dan matematika. Kedua kelompok ini juga mengalami peningkatan dalam penalaran verbal—kemampuan untuk menyadari argumen, mengevaluasi bukti, dan mendeteksi analogi (Lehman & Nisbett, 1990).
Di balik peningkatan dalam kemampuan penalaran, pengalaman pergu­ruan tinggi dapat mengarah kepada perubahan fundamental dalam cara mahasiswa berpikir. Dalam sebuah studi klasik, yang mendasari riset yang muncul belakangan, yakni studi tentang pergeseran dalam pemikiran post-formal, William Pery (1970) mewawancarai 67 mahasiswa Harvard dan Radcliffe sepanjang tahun-tahun strata satu mereka dan menemukan bahwa pemikiran mereka bergerak dari rigiditas ke arah fleksibelitas dan akhirnya kepada komitmen yang dipilih secara bebas. Banyak mahasiswa masuk perguruan tinggi dengan ide tentang kebenaran yang kaku; mereka hanya dapat mema­hami jawaban "yang benar" saja. Ketika mahasiswa mene­mukan ide dan sudut pandang yang beraneka ragam, kata Perry, mereka diserang oleh keragu-raguan. Akan tetapi, mereka hanya mempelajari tahap ini secara tern­porer, dan berharap akan belajar menemukan "satu jawaban yang benar" pada akhirnya. Pada tahap berikut­nya, mereka akan melihat semua pengetahuan dan nilai sebagai sesuatu yang relatif. Mereka menyadari bahwa masyarakat yang berbeda dan individu yang berbeda me­miliki sistem nilainya masing-masing. Mereka sekarang menyadari bahwa opini mereka terhadap banyak isu sama validnya dengan opini orang lain, bahkan yang berasal dari orang tua dan guru mereka; sayangnya mereka tidak dapat menemukan makna atau nilai dalam labirin sistem dan keyakinan ini. Chaos telah menggantikan keteraturan. Akhirnya, mereka mencapai komitmen dalam relativisme: Mereka membuat penilaian mereka sendiri dan memiliki keyakinan serta nilai mereka sendiri, juga mengalami ketidakpas­tian dan kesadaran akan kemungkinan validitas opini orang lain—yang merupakan aspek kunci dari pemikiran postformal.
Apakah mahasiswa dapat diajarkan untuk menggunakan pemikiran postformal? Sinnott (1998) telah mengembangkan metode spesifik untuk melakukan hal tersebut. Menciptakan sistem pemeringkat dengan cara brainstorming untuk mendesain proyek riset yang memperdebatkan perta­nyaan mendasar tentang makna hidup, mempresentasikan argumen dalam simulasi pengadilan, dan mencoba menemukan beberapa penjelasan untuk peristiwa, merupakan beberapa cara yang bisa dilakukan para instruktur untuk dapat menolong mahasiswa menyadari bahwa ada lebih dari satu cara menilai dan memecahkan masalah, untuk menghargai logika sistem kompetensi; dan melihat kebutuhan mendasar untuk berkomitmen.
Memasuki Dunia Kerja
Berbarengan dengan meningkatnya petumbuhan kognitif, pendidikan me­ngembangkan peluang pekerjaan dan kemungkinan mendapatkan uang. Pekerjaan yang tumbuh paling cepat dan memberikan gaji terbaik biasanya mensyaratkan minimal strata satu (Bureau of Labor Standards, 2000, 2001). Pada tahun 2000, rata-rata penghasilan pemegang gelar sarjana ($46.300) adalah lebih besar dua kali lipat dari pendapatan pemegang ijazah SMU ($21.400), dan mereka yang bergelar profesional mendapatkan penghasilan tiga setengah kali lipat lebih banyak (Bureau of Labor Standards, 2002). Bahkan dalam ekonomi yang sedang booming, pada pertengahan 1999, tingkat pengangguran orang dewasa usia 25 tahun ke atas yang hanya lulus SMU dua kali lipat lebih banyak—tiga kali lipat bagi mereka yang keluar dari SMU— dibandingkan lulusan perguruan tinggi (Bureau of La­bor Statistics, 1999c).
Rata-rata, untuk setiap dolar yang didapat oleh pria AS., wanita yang ,bekerja penuh waktu hanya mendapatkan 76 sen. Akan tetapi, gambaran ini menjadi lebih cerah bagi wanita berpendidikan perguruan tinggi; penda­patan mereka (setelah disesuaikan dengan inflasi) meningkat 30,4 persen sejak 1979, sedangkan pria berpendidikan perguruan tinggi hanya mening­kat 16,7 persen. Jurang gender dalam pemasukan tetap ada pada kelompok usia yang lebih tua; wanita muda berusia 20 sampai 24 tahun bisa menda­patkan penghasilan hampir sebanyak rekan pria mereka (91,9 persen), mengindikasikan bahwa jurang ini mungkin bisa semakin menyempit ketika kelompok ini bergerak ke atas dalam dunia kerja (Bureau of Labor Statis­tics, 2001a).
Diperkirakan sepertiga mahasiswa penuh waktu (full-time) dan dua pertiga mahasiswa paruh waktu (part-time) bekerja untuk membantu mem ayar uang kuliah mereka. Bagaimana bekerja sambil belajar dapat meme­ngaruhi perkembangan kognitif dan persiapan karier? Sebuah studi longi­tudinal meneliti sampel acak pendapatan mahasiswa usia 23 tahun yang duduk di tahun ke dua dan keempat perguruan tinggi di 16 negara bagian sepanjang tiga tahun pertama mereka di perguruan tinggi tersebut. Tiap tahun mahasiswa mengikuti ujian keterampilan membaca, pemikiran mate­matis, dan pemikiran kritis. Sepanjang dua tahun pertama, bekerja sambil kuliah atau tidak bekerja sama sekali hanya memiliki sedikit efek atau tidak memiliki efek sama sekali terhadap hasil tes. Pada tahun ketiga, mereka yang bekerja paruh waktu memiliki efek positif, mungkin dikarena­kan pekerjaan memaksa mahasiswa untuk mengorganisir waktu mereka secara efisien dan belajar kebiasaan bekerja yang lebih baik. Akan tetapi, bekerja di dalam kampus lebih dari 15 jam per minggu atau bekerja di luar kampus lebih dari 20 jam per minggu cenderung menimbulkan penga­ruh negatif (Pascarella, Edison, Nora, Hagedorn, & Terenzini, 1998).
Proporsi yang lebih tinggi-80 persen—mahasiswa pasta sarjana dan profesional bekerja, 63 persen di antara mereka bekerja penuh waktu dan berkesinambungan. Sekitar 70 persen mahasiswa yang bekerja menyatakan bahwa pekerjaan membantu mereka mempersiapkan karier. Akan tetapi, mereka juga melaporkan kemunduran, seperti keterbatasan terhadap jadwal dan jumlah serta pilihan kelas (Snyder & Hoffman, 2002).
Kompleksitas Kognitif Pekerjaan
Sifat pekerjaan sedang berubah. Pada 2000, ada sekitar empat kali lipat orang Amerika yang berada di pekerjaan sektor jasa dan retail (61 juta te­naga kerja) dibandingkan yang berada di manufaktur (18,4 juta) (Bureau of Labor Statistics, 2001b). Kesepakatan kerja menjadi lebih bervariasi dan kurang stabil. Semakin banyak orang dewasa yang berwiraswasta, bekerja di rumah, telecommuting, atau jadwal kerja yang fleksibel, atau bertindak sebagai kontraktor independen (Clay, 1998; McGuire, 1998; Bureau of Labor Statistics, 1998).
Apakah orang berubah sebagai hasil jenis pekerjaan yang mereka laku­kan? Sebagian riset menjawab "ya": orang-orang tampaknya tumbuh dalam pekerjaan yang menantang, jenis yang menjadi semakin umum pada sat ini. Kombinasi dari studi lintas seksional dan studi longitudinal (Kohn, 1980) mengungkapkan hubungan resiprokal antara kompleksitas substantif pekerjaan—tingkat pemikiran dan penilaian independen—dan fleksibelitas seseorang dalam menghadapi tuntutan kognitif (Kohn, 1990).
Riset otak memberikan penjelasan bagaimana orang menghadapi pe­kerjaan yang kompleks. Perkembangan yang sempurna dalam lobus frontal pada masa dewasa awal telah memungkin orang untuk melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Magnetic resonance imaging mengungkapkan bagian paling depan lobus frontal, fronto-polar prefrontal cortex (FPPC), memiliki fungsi khusus dalam memecahkan masalah dan perencanaan.
FPpC mewujud menjadi tindakan ketika orang tersebut ingin "menunda" tugas yang belum terselesaikan dan memindahkan perhtian ke tugas lain­sebuah proses yang disebut branching. FPPC memungkinkan seseorang untuk menjaga pekerjaan pertamanya terus bekerja claim memori ketika melakukan pekerjaan yang kedua—misalnya, untuk melanjutkan pemba­caan laporan setelah terpotong oleh telepon (Koechlin, Basso, Pietrini, Panzer, & Grafman, 1999).
Pertumbuhan kognitif tidak berhenti pada akhir hari kerja. Merujuk hipotesis spillover (perembesan), kognisi yang didapat dari kerja terus dibawa hingga jam di luar jam kerja. Studi mendukung hipotesI ini: kompleksitas substantif pekerjaan amat memengaruhi level intelektual aktivitas bersantai (Kohn, 1980; K. Miller & Kohn, 1983).
Pendidikan dan Literasi Orang Dewasa
Sekitar 48 persen orang dewasa di Amerika Serikat berpartisipasi dalam aktivitas pendidikan. Tiga dari empat orang inengambil pelajaran dari in­stitusi perguruan tinggi dan sisinya dari organisasi bisnis atau yang lainnya (NCES Digest, 2001.
Banyak orang dewasa ini yang berusaha meningkatkan keterampilan kerja mereka. Banyak pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan ini yang didukung oleh perusahaan (Kopka, Schantz, & Korb, 1998)—dan demi alasan yang bagus. Sebagian besar pekerjaan, terutama yang bergaji besar, yang tidak mensyaratkan gelar kesarjanaan, mensyarat­kan pelatihan kerja (Bureae of Labor Standars, 2000-2001). Perusahaan melihat keuntungan dari pendidikan di tempat kerja dalam meningkatkan moral, kualitas kerja yang meningkat, kerja tim dan pemecahan masalah yang semakin baik, dan kemampuan yang makin besar dalam menguasai teknologi barn dan perubahan lain di tempat kerja. Para pekerja juga menda­patkan manfaat dalam keterampilan dasar seperti membaca, berhitung, dan pemikiran kritis (Conference Board, 1999).
Literasi merupakan persyaratan fundamental untuk berpartisipasi bukan hanya di tempat kerja tapi juga dalam segala segi masyarakat infor­masi modern. Orang dewasa terpelajar adalah mereka yang dapat menggu­nakan informasi cetak dan tertulis untuk beraktivitas dalam masyarakat, mencapai target mereka, dan mengembangkan pengetahuan dan potensi rnereka. Pada akhir abad yang lalu, seseorang yang berada di tingkat ke­empat sudah dipandang terpelajar; pada saat ini, tamatan SMA saja sudah hampir tidak dapat dikategorikan terpelajar.
Hampir setengah orang dewasa AS. tidak dapat memahami materi tertulis, memanipulasi angka, dan menggunakan dokumen cukup baik untuk dapat sukses dalam ekonomi saat ini. Temuan ini bersumber dari analisa survei internasional dan nasional yang dilakukan Educational Test­ing Service (ETS) sepanjang 1990-an (Sum, Kirsch, & Taggart, 2002).
Dalam perbandingan literasi orang dewasa di 17 negara industrialis ber-pendapatan tinggi, kinerja orang dewasa AS hanya sedang-sedang saja, sedikit lebih tinggi dari rata-rata negara yang betpartisipasi.• Kenyataan ini benar adanya walaupun AS. memberikan anggaran lebih besar pada pendidikan dibandingkan hampir seluruh negara partisipan (Sum et at., 2002) dan memiliki tingkat lulusan pendidikan tinggi yang lebih tinggi dibandingkan banyak negara partisipan lain (NCES Digest, 2001).
Survei literasi mengungkapkan disparitas internal yang sangat lebar. AS. diperingkatkan hampir pada puncak negara-negara dengan orang de­wasa berliterasi terendah tapi pada saat yang sama juga pada orang dewasa berliterasi paling tinggi (Sum et al., 2002).
Sebagaimana yang diperkirakan, survei internasional tersebut meng­ungkapkan bahwa literasi berkaitan langsung dengan status pekerjaan dan pendapatan; pekerja yang kurang terpelajar berada di pekerjaan kasar atau menganggur atau keluar dari tenaga kerja; sedangkan mereka dengan ting­kat literasi yang tinggi memegang posisi profesional atau manajerial (Bin­kley, Matheson, & Williams, 1997). Bagi pelaku ujian AS., faktor tunggal terpenting dalam literasi adalah level pencapaian pendidikan, dan dispa­ritas yang didasarkan pada pendidikan lebih besar dibandingkan negara lain. Lulusan perguruan tinggi AS. melakukan tes literasi dengan lebih baik dibandingkan lulusan perguruan tinggi di negara lain kecuali Belgia; akan tetapi mereka yang berhenti sekolah di AS. melakukannya lebih buruk dibandingkan negara berpenghasilan tinggi Iainnya (NCES, 1999).
Secara global, hampir satu miliar orang dewasa masih buta huruf (UNESCO, 1998). Buta huruf biasnaya umum ditemukan di kalangan wanita di negara berkembang, di mana pendidikan dianggap tidak penting bagi perempuan. Pada 1990, PBB meluncurkan program pemberantasan buta huruf di negara berkembang seperti Bangladesh, Nepal, Somalia (Linder, 1990). Di AS., National Lieteracy Act mengharuskan negara bagian mendirikan pusat pelatihan dengan bantuan dana federal.
Melek teknologi semakin merupakan keharusan untuk mendapatkan kesuksesan di dunia modern. Peningkatan dalam penggunaan Internet merupakan fenomena global. Lebih dari setengah orang Amerika menggu­nakan Internet, dan lebih dari dua juta orang go-online pertama kali dalam satu bulan. Dalam satu tahun, antara Agustus 2000 dan September 2001, penggunaan internet pada tempat bekerja di kalangan pekerja dewasa berusia 25 tahun meningkat dari 26,1 persen menjadi 41,7 persen. Orang dewasa awal dan pertengahan berkecenderungan lebih besar menggunakan internet dan e-mail di tempat kerja dibandingkan pekerja dengan usia yang lebih tua (Department of Commerce, 2002).

Tuesday, 25 March 2014

Posted by Unknown
No comments | 09:31
Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) lahir di Susquehanna, Pennsylvania. Dia meraih gelar master pada 1930 dan Ph.D pada 1931 dari Harvard University. Gelar B.A diperoleh dari Hamilton College, New York, dan dia mengambil jurusan Bahasa Inggris. Mulanya Skinner bercita – cita ingin menjadi seorang penulis, dan keputusan ini membuat ayahnya kecewa. Namun, usahanya untuk menjadi seorang penulis menemui banyak kegagalan, dan akhirnya dia memutuskan untuk menjadi seorang psikiater.
Skinner mengajar psikologi di University of Minnesota antara 1935 dan 1945, dan selama masa ini dia menulis buku teksnya yang amat berpengaruh, the Behaviour of Organisms(1938). Saat berada di University of Minnesota, Skinner berusaha mengaplikasikan teorinya untuk problem pertahanan nasional. Dia melatih burung dara untuk mematuk sebuah cakram (disk) yang ada gambar film sasaran musuh. Cakram dan film itu pada akhirnya dimasukkan kedalam pesawat terbang layang yang dimuati bahan peledak. Pesawat itu disebut pelican, dan karenanya nama artikel yang mendeskripsikan kejadian ini adalah “Pigeons in a Pelican”(1960).
Patukan burung merpati itu akan memutus berbagai sirkuit elektronik dan karenanya membuat pesawat itu mengarah ke sasaran. Pesawat kamikaze versi Amerika ini tidak akan mengorbankan nyawa manusia di pihak penyerang. Meskipun Skinner, mendemonstrasikannya kepada sekelompok ilmuwan top di Amerika bahwa dia dan rekan – rekannya sudah membuat peralatan yang kebal terhadap gangguan elektronik, mampu bereaksi terhadap berbagai macam sasaran musuh, dan mudah dibuat, namun usaha proyeknya ditolak. Skinner menduga bahwa idenya mungkin terlalu fantastik sehingga tidak bisa dipahami oleh komite ilmuwan itu.

A.    Behaviorisme Radikal
Skinner mengadopsi dan mengembangkan filsafat ilmiah yang dikenal sebagai radical behaviorism (behaviorisme radikal). Orientasi ilmiah ini menolak bahasa ilmiah dan interpretasi ilmiah yang mengacu pada mentalistic event (kejadian mental). Teori belajar behavioristik menggunakan istilah – istilah seperti dorongan, motivasi, dan, tujuan untuk menjelaskan aspek tertentu dari perilaku manusia dan nonmanusia.
Skinner menolak jenis istilah ini karena istilah itu merujuk pada pengalaman mental yang bersifat pribadi. Menurutnya, hal ini akan menyebabkan psikologi kembali kebentuk non ilmiah. Menurut Skinner, aspek yang dapat diamati dan dapat diukur dari lingkungan, dari perilaku organisme, dan dari konsekuensi perilaku itulah yang merupakan materi penting untuk penelitian ilmiah.
B.     Perilaku Responden dan Operan
Skinner membedakan dua jenis perilaku yaitu respondent behavior (perilaku responden) yang ditimbulkan oleh suatu stimulus yang dikenali, dan operan behavior (perilaku operan), yang tidak diakibatkan oleh stimulus yang dikenali tetapi dilakukan sendiri oleh organisme. Contoh dari perilaku responden adalah semua gerak refleks, contohnya menarik tangan ketika tertusuk jarum, menutup mata ketika terkena cahaya yang menyilaukan, dan keluarnya air liur ketika ada makanan.
Respon ini disebut respon yang tidak terkondisikan karena respon ini ditimbulkan oleh stimulus yang tidak terkondisikan. Sedangkan pada perilaku operan yang pada awalnya tidak berkorelasi dengan stimulus yang dikenali, maka responnya akan tampak spontan. Contohnya adalah ketika hendak bersiul, berdiri lalu berjalan, lalu seorang anak yang meninggalkan suatu permainan dan berlaih ke permainan selanjutnya. Kebanyakan aktivitas kita merupakan perilaku operan. Berbeda dengan perilaku responden, yang bergantung pada stimulus yang mendahuluinya, perilaku operan dikontrol oleh konsekuensinya.
C.     Pengkondisian Tipe S dan Tipe R
Bersama dengan dua macam perilaku tersebut, ada dua jenis pengkondisian. Pengkondisian tipe S juga dinamakan respondent conditioning (pengkondisian responden) dan identik dengan pengkondisian klasik. Pengkondisian tipe S lebih menekankan arti penting stimulus dalam menimbulkan respon yang diinginkan. Tipe kondisi yang menyangkut perilaku operan dinamakan tipe R karena penekanannya adalah pada respon.
Pengkondisian ini dinamakan operant conditioning (pengkondisian operan). Pengkondisian tipe R, kekuatan pengkondisiannya ditunjukkan dengan tingkat respon (respon rate), sedangkan dalam pengkondisian tipe S kekuatan pengkondisiannya biasanya ditentukan berdasarkan besaran (magnitude) dari respon yang terkondisikan. Riset Skinner hampir semuanya berkaitan dengan pengkondisian tipe R, atau pengkondisian operan.
D.    Prinsip Pengkondisian Operan
Ada dua prinsip umum dalam pengkondisian tipe R: (1) setiap respons yang diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang, (2) stimulus yang menguatkan dengan segala sesuatu yang memperbesar rata – rata terjadinya respon operan. Skinner mengatakan bahwa apakah sesuatu itu menguatkan atau tidak hanya dapat dipastikan melalui efeknya terhadap perilaku. Dalam pengkondisian operan, penekanannya adalah pada perilaku dan pada konsekuensinya. Dengan pengkondisian operan, organisme pasti merespon dengan cara tertentu untuk memproduksi stimulus yang menguatkan.
Prinsip pengkondisian operan berlaku untuk berbagai macam situasi. Untuk memodifikasi perilaku, seseorang cukup mencari sesuatu yang menguatkan bagi suatu organisme yang perilakunya hendak dimodifikasi, menunggu sampai perilaku yang diinginkan terjadi, dan kemudian segera memperkuat organisme itu. Prinsip yang sama juga dianggap bisa diaplikasikan untuk pengembangan personalitas (kepribadian) manusia. Menurut Skinner, diri kita adalah diri yang diperkuat pada satu saat tertentu.
Dalam usaha Skinner untuk memahami penyebab perilaku, dan untuk memprediksi dan mengontrol perilaku, analogi antara pengkondisian operan dengan seleksi alam adalah analogi yang penting. Jika seseorang mengontrol penguatan, maka ia juga akan mengontrol perilaku.  Menurut Skinner, organisme bernyawa akan senantiasa dikondisikan oleh lingkungannya.
E.     Kotak Skinner
Sebagian besar percobaan binatang Skinner awal dilakukan dalam ruang tes kecil yang kemudian terkenal sebagai Skinner Box (kotak Skinner). Kotak ini adalah pengembangan dari kotak teka – teki yang dipakai oleh Thorndike. Kotak Skinner biasanya menggunakan lantai berkisi – kisi, cahaya, tuas/pengungkit, dan cangkir makanan. Ketika hewan menekan tuas, mekanisme pemberi makan akan aktif, dan secuil makanan akan jatuh ke cangkir makanan.
F.      Pencatatan Kumulatif
Skinner menggunakan cumulative recording (pencatatan kumulatif) untuk mencatat perilaku hewan dalam kotak Skinner. Catatan kumulatif ini berbeda dengan cara penyusunan grafik data dalam eksperimen belajar.waktu dicatat disumbu x dan total jumlah respon dicatat di sumbu y. Pencatatan kumulatif tak pernah turun – garisnya naik atau tetap sejajar dengan sumbu x.
G.    Pengkondisian Respons Penekanan Tuas
Langkah – langkah pengkondisian respons penekanan tuas adalah sebagai berikut:
a.       Deprivasi, hewan diletakkan dalam jadwal deprivasi. Jika makanan akan dipakai sebagai penguat (reinforcer), hewan itu tidak diberi makan selam 23 jam selama beberapa hari sebelum percobaan, atau ia diberi jatah makan 80 persen dari normal. Jika yang dipakai sebagai penguat adalah air minum, maka hewan akan tidak diberi minum selama 23 jam sebelum percobaan. Deprivasi adalah perangkat prosedur yang dihubungkan dengan bagaimana suatu organisme melakukan tugas tertentu; hanya itu saja.
b.      Magazine Training, eksperimeter menggunakan tombol eksternal dan secara periodik menarik mekanisme pemberian makanan (yang juga dinamakan magazine), dan memastikan hewan itu tidak dekat – dekat dengan cangkir makanan saat eksperimenter menekan tombol (sebab jika tidak hewan itu akan belajar untuk tetap dekat – dekat dengan cangkir makanan). Ketika mekanisme pemberian makanan itu diaktifkan dengan tombol eksternal itu, ia akan menghasilkan bunyi klik yang cukup nhyaring sebelum potongan makanan jatuh ke cangkir makanan. Pelan –pelan hewan itu akan mengasosiasikan suara klik dari magazine itu dengan adanya makanan. Pada saat itu suara klik menjadi penguat sekunder lewat asosiasinya dengan penguatan primer (makanan).
c.       Penekanan tuas, sekarang hewan dibiarkan sendiri dikotak Skinner. Pada akhirnya hewan itu akan menekan tuas, yang akan mengaktifkan magazine makanan, menimbulkan bunyi klik dan memberi sinyal bagi hewan itu untuk mendekati cangkir makanan. Menurut prinsip pengkondisian operan, respon penekanan tuas, setelah diperkuat, akan cenderung diulang, dan saat ia diulang, respons itu diperkuat lagi, yang meningkatkan probabilitas pengulangan respon penekanan tuas, dan demikian seterusnya.
H.    Pembentukan
Ada pendekatan lain untuk pengkondisian operan yang disebut dengan shaping (pembentukan) yang tidak membutuhkan waktu lama. Pembentukan terdiri dari dua komponen: differential reinforcement (penguatan diferensial) yang berarti sebagian respons diperkuat dan sebagian lainnya tidak, dan successive approximation (kedekatan suksesif), yakni fakta bahwa hanya respons – respons yang semakin sama dengan yang diinginkan oleh eksperimenterlah yang akan diperkuat. Dalam contoh kita, hanya respon yang secara berurutan mendekati respons penekanan tuas itulah yang akan diperkuat secara diferensial.
            Belakang ini ditemukan bahwa dalam situasi tertentu, kontingensi yang sudah ada sebelumnya atau bahkan kontingensi aksidental antar kejadian di lingkungan dan respons hewan secara otomatis membentuk perilaku. Fenomena ini dinamakan autoshaping.
I.       Pelenyapan
            Seperti pengkondisian klasik, ketika kita mencabut penguat dari situasi pengkondisian operan, kita berarti melakukan extinction (pelenyapan). Kita akan sedikit keliru jika kita mengatakan bahwa setelah pelenyapan ini tidak ada lagu respons yang muncul; akan lebih tepat jika dikatakan bahwa setelah pelenyapan ini, respons akan kembali kepada respons di mana penguatan belum diperkenalkan.
Tingkat dasar ini, yang dinamakan operant level (level operan), adalah frekuensi yang terjadi secara alamiah di dalam kehidupan hewan itu sebelum dia diperkenalkan dengan penguatan. Ketika kita menghilangkan penguatan dari percobaan, seperti dalam kasus pelenyapan, respons hewan akan cenderung kembali ke level operan.
J.       Pemulihan Spontan
            Setelah pelenyapan, apabila hewan dikembalikan ke sarangnya selama periode waktu tertentu dan kemudian dikembalikan ke situasi percobaan, ia sekali lagi akan mulai menekan tuas dengan segera tanpa perlu di latih lagi. Ini disebut sebagai spontaneous recovery (pemulihan spontan).
K.    Perilaku Takhayul
            Menurut prinsip pengkondisian operan, kita dapat memperkirakan bahwa perilaku yang dilakukan hewan ketika mekanisme pemberi makan diaktifkan akan diperkuat, dan hewan akan cenderung mengulangi perilaku yang diperkuat itu. Setelah beberapa saat, perilaku yang diperkuat akan muncul lagi saat mekanisme pemberi makan aktif lagi, dan responsnya akan semakin kuat. Jadi hewan bisa mengembangkan respons ritualistik yang aneh; ia mungkin menyerudukkan kepalanya, atau berputar – putar, berdiri dengan kaki belakang, atau melakukan sederetan tindakan lain yang pernah dilakukannya ketika mekanisme pemberian makan mendadak aktif, perilaku ritualistik ini disebut sebagai takhayul (superstitious) karena hewan itu sepertinya percaya bahwa apa yang dilakukannya akan menyebabkan datangnya makanan. Karena penguat dalam situasi ini tidak bergantung pada perilaku hewan, maka ia dinamakan noncontingent reinforcement (penguatan nonkontingen).
L.     Operan Diskriminatif
            Setelah kita mengkondisikan hewan untuk menekan tuas, kita dapat membuat situasi menjadi lebih kompleks. Kita bisa mengatur sedemikian rupa sehingga hewan akan menerima secuil makanan apabila cahaya lampu di kotak Skinner menyala tetapi ia tidak mendapat makanan jika cahaya padam. Dalam kondisi ini, cahaya kita sebut sebagai SD, atau discriminative stimulus (stimulus diskriminatif). Cahaya yang menyala mendefinisikan kondisi SD, sedangkan cahaya yang padam mendefinisikan situasi S∆ ( = delta).
            Dengan tatanan seperti ini, hewan belajar menekan tuas saat cahaya menyala dan tidak menekan saat cahaya padam. Cahaya, karenanya menjadi sinyal (petunjuk) untuk respons penekanan – tuas. Kita telah mengembangkan discriminatif operant (operan diskriminatif), yang merupakan respons operan yang diberikan untuk satu situasi tetapi tidak untuk situasi lainnya. Dalam kasus operan diskriminatif, cahaya menjadi sinyal atau pertanda yang diasosiasikan dengan respons tertentu yang telah dipelajari organisme yang akan diikuti dengan penguatan. Jadi operan diskriminatif melibatkan suatu sinyal yang menimbulkan respons yang pada gilirannya menimbulkan penguatan.
M.   Penguatan Sekunder
            Setiap stimulus netral yang dipasangkan dengan penguat utama (misalnya makanan atau air) akan memiliki properti tersendiri; ini adalah prinsip penguatan sekunder. Jadi setiap SD pasti merupakan penguat sekunder karena ia secara konsisten mendahului penguat primer. Keller dan Schoenfeld (1950) memberikan ringkasan penguatan sekunder ini sebagai berikut :
a.       Sebuah stimulus yang kadang terjadi atau mengiringi sebuah penguatan akan mendapatkan karakteristik sebagai penguat tersendiri dan bisa disebut dengan penguatan terkondisikan sekunder. Penguatan sekunder bisa hilang jika berkali – kali diaplikasikan ke sebuah respons yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh penguatan utama.
b.      Penguatan sekunder adalah positif apabila penguatan yang berkorelasi dengannya adalah positif,dan negatif jika penguatan yang berkorelasi dengannya negatif.
c.       Setelah terbentuk, penguatan sekunder adalah independen dan nonspesifik; ia bukan hanya memperkuat respons yang sama yang menghasilkan penguatan awal, tetapi ia juga akan mengondisikan respons yang baru dan tak terkait dengan respons sebelumnya. Lebih jauh, ia juga akan berfungsi seperti itu bahkan ketika ada motif yang berbeda.
d.      Melalui generalisasi, banyak stimuli yang berkorelasi dengan penguatan akan mendapatkan nilai penguatan sendiri- positif atau negatif. (h. 260).

N.    Penguat yang Digeneralisasikan
            Suatu generalized reinforcer (penguat yang digeneralisasikan) adalah penguat sekunder yang dipasangkan dengan lebih dari satu penguat utama. Keuntungannya adalah ia tidak bergantung pada kondisi deprivasi agar bisa efektif. Allport (1961) berpendapat bahwa meskipun suatu aktivitas pernah dilakukan karena aktivitas itu menimbulkan penguatan, setelah beberapa waktu aktivitas itu sendiri menjadi penguat. Dengan kata lain, aktivitas itu menjadi independen dari penguat yang dahulu menjadi dasarnya. Misalnya seseorang mungkin pernah bergabung dengan saudagar kapal untuk mendapatkan nafkah, tetapi kemudian ia dia selalu berlayar karena menikmati pelayaran walaupun palayarannya itu tak lagi memberinya pendapatan uang.
Skinner mengatakan bahwa aktivitas semacam itu pada akhirnya akan menghasilkan penguatan utama atau sebaliknya mungkin ia akan lenyap. Tetapi, Allport mengatakan bahwa aktivitas itu tak lagi bergantung pada penguatan utama.
O.    Perantaian
            Suatu respon dapat membawa organisme berhubungan dengan stimuli yang bertindak sebagai SD untuk respons lainnya, yang pada gilirannya akan menyebabkannya mengalami stimuli yang menyebabkan respons ketiga, dan seterusnya. Proses ini disebut chaining (perantaian atau proses berantai). Sebagian besar perilaku melibatkan beberapa bentuk perantaian. Misalnya, tindakan menekan tuas dalam kotak Skinner bukan merupakan respons yang tunggal. Stimuli dalam kotak Skinner bertindak sebagai SD menyebabkan hewan selalu mendekati tuas.
            Untuk menjelaskan terjadinya perantaian dari sudut pandang Skinner, kita harus menggunakan konsep penguatan sekunder dan pergeseran asosiatif. Karena asosiasinya dengan penguat primer, kejadian sebelum pemberian makanan akan menjadi penguat sekunder. Jadi, tindak melihat tuas itu sendiri akan menjadi penguat sekunder dan respons menatap tuas itu akan diperkuat dengan adanya tuas.
P.      Penguat Positif dan Negatif
            Untuk meringkaskan pandangan Skinner tentang penguatan, pertama – tama kita punya primary positive reinforcement (penguatan positif primer). Ini adalah sesuatu yang secara alamiah memperkuat bagi organisme dan berkaitan dengan survival, seperti makanan dan minuman. Setiap stimulus netral yang diasosiasikan dengan penguatan positif primer akan menerima karakteristik penguatan sekunder. Sebuah penguat positif, entah itu primer atau sekunder, adalah sesuatu yang, apabila ditambahkan ke situasi oleh suatu respons tertentu, akan meningkatkan probabilitas terulangnya respons tersebut.
            Primary negative reinforcer (penguat negatif primer) adalah sesuatu yang membahayakan secara alamiah bagi organisme, seperti suara yang amat tinggi atau setrum listrik. Sebuah penguat negatif, entah itu primer atau sekunder, adalah sesuatu yang, jika dihilangkan dari situasi oleh respons tertentu, akan meningkatkan probabilitas terulangnya respons tersebut.
Q.    Hukuman
Menurut Skinner (1971), imbalan dan hukuman tidak berbeda hanya dalam arah yang ditimbulkannya. Hukuman dirancang untuk menghilangkan terulangnya perilaku yang tidak diinginkan dengan asumsi bahwa hukuman akan mengurangi pengulangan perilaku yang sama oleh seseorang. Melalui percobaan nya, Skinner menyimpulkaan bahwa non-penguatan (pelenyapan) sama efektifnya dengan melenyapkan kebiasaan dengan non-penguatan plus hukuman.
Skinner berargumen bahwa hukuman dalam jangka panjang tidak akan efektif, karena sebenarnya hanya menghasilkan efek temporer sehingga ia menentangnya. Adapun argument lain yang menentang hukuman ialah:
·      Hukuman menyebabkan efek samping emosional yang buruk.
·      Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan, bukan apa yang seharusnya dilakukan.
·      Hukuman menjustifikasi tindakan menyakiti pihak lain.
·      Perilaku yang dahulu menyebabkan hukuman kini dapat dilakukan lagi tanpa mendapat hukuman lagi, sehingga merasa diperbolehkan untuk melakukan nya lagi.
·      Hukuman akan menimbulkan agresi tehadap perilaku penghukum dan pihak lain.
·      Hukuman sering mengganti respon dengan respon yang lainnya.
Dalam studi terhadap 379 ibu yang mengasuh anak-anaknya dari lahir hingga taman kana-kanak menarik kesimpulan bahawa penghukuman adalah cara yang tidak bagus dalam mendidik anak. Banyak bukti yang ditemukan untuk kesimpulan ini dalam studi. Evaluasi terhadap hukuman yang dilakukan adalah bahwa dalam jangka waktu panjang, hukuman tidak efektif untuk menghilangkan jenis perilaku yang menjadi saasaran hukuman. Kata Skinner (1953), hukumaan dipakai secara luas karena hukuman akan memperkuat si penghukum.
R.      Alternative untuk Hukuman
·      respon yang tak diinginkan dapat dibuat menjadi menjemukan dengan cara membiarkan organism melakukannya sampai ia bosan.
·      Membiarkan waktu yang menentukan, namun akan terlalu lama. Dan juga kebiasaan tidak akan mudah dilupakan.
·      Memperkuat perilaku yang tidak sesuai dengan perilaku yang tak diharapkan.
·      Pelenyapan (extinction) karena cara terbaik untuk melemahkan kebiasaan yang taak diinginkan adalah dengan mengabaikaannya.
S.      Perbandingan Skinner dan Thorndike
Ada beberapa perbedaan antara pengkondisian operan Skinner dengan pengkondisian instrumental Thorndike, antara lain:
·      Lokasi perilaku. Pada instrumental, jalan yang ruwet, jalan keluar, dan kotak teka-teki. Pada operan yaitu ruang operan.
·      Metodologi. Pada instrumental yaitu percobaan diskreet. Pada operan yaitu responding bebas.
·      Prosedur. Pada instrumental, subyek ditempatkan dalam apparatus untuk memulai setiap percobaan di satu sesi. Pada operan, subyek ditempatkan hnya untuk memulai satu sesi.
·      Display. Pada instrumental yaitu kurva belajar. Pada operan yaaaitu catataan kumulatif.
·      Display data. Pada instrumental yaitu kinerja percobaan daan percobaan. Pada operan yaitu frekuensi kumulaatif terhadap waktu.
·      Sumber data. Pada instrumental yaitu rata-rata kinerja kelompok subyek. Pada operan yaitu kinerja asubyek individual.

T.      Jadwal Penguatan
Ada beberapa jadwal penguatan yang lazim dipakai menurut Skinner, antara lain yaitu:
·         Continuous Reinforcement Schedule (CRF) atau jadwal penguatan berkelanjutan, setiap respon yang tepat selama akuisisi akan diperkuat.
·         Fixed Interval Reinforcement Schedule (FI) atau jadwal penguatan interval tetap, organisme akan diperkuat untuk satu respon yang dibuat hanya setelah sederet interval waktu.
·         Fixed Ratio Reinforcement Schedule (FR) atau jadwal penguatan rasio tetap, setiap respon ke-n yang dilakukan organisme akan diperkuat.
·         Variabel Interval Reinforcement Schedule (VI) atau jadwal penguatan interval variable, organisme diperkuat setelah memberi respon pada akhir interval dari durasi variable.
·         Variable Ratio Reinforcement Schedule (VR) atau jadwal penguatan rasio variable, organisme diperkuat setelah memberikan sejumlah respon.
·         Concurrent Schedule (jadwal penguatan secara bersamaan) and the Matching Law (hukum kesesuaian), jadwal penguatan secara bersamaan memberikan penguatan di bawah jadwal yang berbeda pada saat yang bersamaan yang menimbulkan hukum kesesuaian yang menytakan bahwa dalam jadwal bersamaan frekuensi relative dari pelaku akan sesuai dengan frekuensi relative dari penguatan.
·         Concurrent Chain Reinforcement Schedule atau jadwal penguatan rantai secara bersamaan, perilaku organisme selama fase awal eksperimen akan menentukan jadwal penguatan apa yang akan dialaminya selama fase kedua atau fase penghentian.
·         Progressive Ratio Schedules (jadwal penguatan rasio progresif) and Behavioral Economics, organisme percobaan memulai dengan jadwal rasio rendah dan rasio respon terhadap penguatan secara sistematis ditingkatkan selama sesi training selanjutnya. Bidang Behavioral Economics telah mengaplikasikan jadwal ini untuk mendapatkan solusi bagi problem ini.
U.    Perilaku Verbal
Skinner percaya bahwa perlaku verbal  (bahasa) dapat dijelaskan dalam konteks teori penguatan. Berbicara dan mendengar adalah respon-respon yang sangat dipengaruhi oleh penguat, seperti halnya respon lain. Karenanya setiap ucapan akan cenderung diulangi jika ia diperkuat. Skinner menggolongkan respon verbal berdasarkan bagaimana mereka terkait dengan penguatan, yakni dari segi yang mesti dilakukan agar respon ini diperkuat.
1.      Mand
Kata mand berasal dari fakta bahwa ada permainan (demand). Ketika permintaan dipenuhi, ucapan (mand) diperkuat, dan saat kebutuhan seseorang muncul lagi diwaktu yang lain, orang itu keungkinan akan menghilangi mand tersebut.
2.      Tact
Secara umum, tact adalah penamaan objek atau kejadian dilingkungan dengan tepat, dan penguatannya berasal dari penguatan kesesuaian antara lingkungan dan perilaku verba seseorang.
3.      Echoic Behavior.
Adalah perilaku verbal yang diperkuat saat perilaku verbal orang lain diulang secara verbatim (persis kata demi kata). Ehoic Behavior merupakan persyaratan untuk perilaku verbal yang lebih kompleks.
4.      Autoclitic Behavior
Menurut skinner (1957), “ istilah autoclitic dimaksudkan untuk menunjukan perilaku yang didasarkan pada, atau bergantung pada, perilaku verbal lain”. Fungsi utama autoclitic behavior adalah mengkualifikasikan respon, mengekspresikan relasi, dan menyediakan kerangka grematikal untuk perilaku verbal.
V.    Kontrak Kontingensi
Contingency contracting (kontrak kontingensi) adalah perluasan pemikiran skiner. Ringkasnya, ini berarti menyusun semacam tata-situasi dimana seseorang mendapat sesuatu yang diinginkannya apabila apabila orang itu bertindak dalam cara tertentu. Beberapa situasi bisa di tata sederhana dan menakup perilaku sederhana, ketika guru berkata kepada murid, “jika kalian tenang selama lima menit, kalian boleh istirahat dan bermain diluar”.
Istilah contingeny contracting berasal dari fakta bahwa perjanjian (kontrak) itu dilakukan dalam rangka memperkuat aktivitas tertentu, yang tidak akan bisa diperkuat tanpa perjanjian semacam itu. Dengan kata lain, kontak itu menata ulang kontingensi penguatan dilingkungan, dan memyebabkan menjadi responsif terhadap pola perilaku yang ingin dimodifikasi dengan cara tertentu.
W.   Sikap Skinner terhadap Teori Belajar
Pendekatan Skinner untul riset adalah  dengan melakukan functional analysis (analisis fungsional) antara kejadian perasaan (stimulus) dengan perilaku yang dapat di ukur. Jadi, Skinner merekayasa jam-jam deprivasi makanan dan minuman dengan mencatat efeknya terhadap tingkat respon penekanann tuas; atau mengamati efek dari jadwal penguatan terhadap tingkat respon atau resistensi terhadap proses pelayanan.
Dalam menginterpretasikan hasil riset, Skinner selalu dekat-dekat dengan data; yakni, jika penguatan parsila menghailkan resistensi yang lebih besar terhadap pelenyapan ketimbang penguata 100 persen, maka itu adalah fakta da hanya inlah yang bisa dikatakan. Dengan kata lian, Skinner tidak mencoba menjelaskan hal itu terjadi.
X.    Kebutuhan akan Teknologi Perilaku 
Dalam artikel berjudul “What Is Wrong With Daily Life in the Western World?”, Skinner (1986) memperbaharui saran yang menggunakan teknologi perilaku guna memecahkan problem manusia. Dalam artikel ini, Skinner berpendapat bahwa lima praktik kultur telah mengikis kekuatan efek dari kontigensi penguatan. Praktik kultural itu adalah:
a.   mengaliensasikan pekerja dari konsekuaensi kerja mereka
b.   membantu mereka yang sebenarnya bisa membantu dirinya sendiri
c.   membimbing perilku dengan aturan, bukan denga memberi konsekuensi yang menguatkan
d.   mempertahankan sanksi dari pemerintah dan agama yang merugikan individu
e.   memperkuat periaku menonton, mendengar, membaca, berjudi, dan seterusnya, sebari memperkauat sedikit  perilaku lainnya.
Menurut Skinner banyak problem yang disebabkan oleh praktik kultural ini dapat dipecahkan degan memperkuat perilaku yang diinginkan menggunakan prinsip yang diambil dari analisis eksperimental terhadap perilaku.
2.    Relativitas Penguatan
A.  David Premack
Secara teradisional penguat di anggap sebagai sebuah stimulus atau perangsang. Penguat rimer biadasnya diabggap terkait dengan keerlangsungan organisme, dan penguat sekunder adalah stimulus yang secara knsesten di pasangkan dengan penguat primer. Tapi , menunjukan bahewa semue reson haru dianggap sebahai pemuat potensial. Secara spesifik dia menunjukan bahwa setiap respon yang terjadi debfab prekuensi yang cukup tinggi dapat dipakaui untuk memperkuat. Respon yang terjadi dengna prekuensi yang relatif rendah.
Menurut Premak, cara untuk mengetahui apa yang bisa dipakai sebaagai penguat adalah dengan menaati perilaku organusme saat ia menlanjutkan aktivitas, dan aktivitas yag paling sering dilakukan dapat dipakai sebagai penguat untuk aktiviasi yang sering dilakukan
Ringkasnya, kita dapat mengatakan jika suatu aktivitas terjadi lebih sering ketimbang aktivitas-aktivitas lain maka aktivitas itu dapat digunakan sebagai penguat untuk mamperkuat aktivitas yang kurang dilkukan. Ini dinamakan Fremack Principle atau prinsip premak dan tampaknya rinsip ini juag berlauaku untuk menusia.
B.  Revisi Prinsip Premack
Pembelaan tradisional saat Thorndike atau Skinner diserang adalah argumaen Meehl (1950). Menurut argumen ini, sebuah penguat dalam satu situasi dapat ditunjukkan untuk memodifikasi perilaku dalam situasi lain. Dikatakan bahwa sifat tradisional dari penguat atau pemuas akan melindunginya dari klaim bahwa definisi nya adalah sirkular. Salah satu temuan penting yang diambil dari riset Permack bahwa argumen transituasional adalah tidak memadai atau bahkan keliru.
C.     William Timberlake
Pandangan Timberlake memberi perspektif baru yang penting mengenai penguatan dan kontingensi penguatan. Seperti Premack, riset Timberlake dengan jelas menunjukkan bahwa argumen transtuasional tentang penguatan adalah tidak benar. Dari perspektif ini, peran jadwal kontingensi adalah menghasilkan disekuilibrium, bukan memberikan informasi yang menghubungkan respon dengan penguat atau memberikan kontiguitas antara respon dan penguat. Dan terakhir, dari riset Timerlake kita melihat bahwa devripasi makanan dan minuman saja tidak esensial untuk menjadikan nya sebagai penguat. Tetapi, restriksi terhadap hal-hal itulah yang menjadikannya sebagai penguat.
3.      Kesalahan Perilaku Organisme
Thornndike menyimpulkan bahwa hukum belajar yang sama berlaku untuk emua mamalia, termasuk manusia. Skinner seperti teoritisi belajar lainnya, sepakat dengan kesimpuannya thorndike.
Dua bekas rekan Skinner, Marian Breland melakukan beberapa observasi, pasangan Breland (1961) menyimpulkan setiap kali hewan memiliki perilaku naluriah yang kuat di area respon yang dikondisikan, setelah beberapa waktu hewan akan terdorong kembali ke perilaku naluriah dan karenanya perilaku yang dikondisikan melemah atau bahkan menghilangkannya.
Pandangan ini menentang tiga asumsi behavioris yakni :
·         Bahwa hewan mempelajari situasi sebagai tabularasa (lembaran kosong)
·         Bahwa perbedaan diantara berbagai spesies adalah tak penting
·         Bahwa setiap respon dapat dikondisikan untuk setiap stimulus
4.      Pandangan Skinner tentang Pendidikan
Menurut Skinner belajar akan berlangsung apabila :
1.      Informasi yang akan dipelajari di sajikan secara bertahap
2.      Pembelajar segera diberi umpan balik atau feed back mengenai akurasi pembelajaran mereka
3.      Pembelajar mampu belajar degan caranya sediri
Bagi Skinner motivasi hanya penting untuk menentukan apa yang akan berindak sebagi penguat untuk murid tertentu. Penguat sekunder dangat penting pula sebab biasa di pakai dikelas. Skinner menekankan penggunaan penguat ekstrinsik dalam pendidikan. Dalam artikelnya, Skinner menegaskan bahwa penggunaan instruksi yang terprogram bukan hanya membantu siswa belajar tetapi juag meningkatkan rasa hormat terhadap guru.
5.      Warisan Skinner : PSI, CBI, dan, Belajar Online
Teknik pengajaran paling umum adalah pemberian ceramah pelajaran (perkuliahan) dan teknik ini melanggar tiga prinsip yang diduskusikan diatas. Skinner mengusulkan alternatif teknik pengajaran, yang dinamakan programmed learning (belajar terprogram), yang mencakup ketiga prinsip tersebut. Alat yang diciptakan untuk menyajikan materi yang terprogram dinamakan teaching machine (mesin pengajaran).
Menurut Skinner pada mesin ini ada beberapa hal yang bisa dibandingkan yaitu : (1) ada hubungan timbal balik yang konstan antara program dan siswa, mesin ini memicu aktivitas secara terus menerus. Siswa selalu siaga dan sibuk belajar. (2) seperti tutor yang baik, mesin ini menegaskan bahwa satu poin tertentu mesti dipahami secara menyeluruh, entah itu frame-per-frame atau set-per-set, sebelum siswa melangkah ke pelajaran selanjutnya. (3) seperti tutor yang baik, mesin menyajikan materi yang dipelajari siswa. Mesin hanya meminta siswa mengambil langkah – langkah yang pada saat itu sudah siap dijalankannya. (4) seperti tutor yang ahli, mesin membantu siswa mendapatkan jawaban yang benar. (5) mesin, seperti tutor privat, memperkuat siswa untuk setiap respons  yang benar, menggunakan umpan balik langsung ini bukan hanya untuk membentuk perilaku secara efisien tetapi juga mempertahankan “perhatian siswa”.(p.971).
Belajar terprogram adalah teknik yang lebih mungkin digunakan oleh guru yang berorientasi behavioralistik ketimbangn guru yang berorientasi kognitif. Belajar terprogram memuat prinsip dari teori penguatan, meskipun teknik ini tidak diciptakan oleh teoretisi penguatan. Pendekatan Skinner untuk belajar terprogram mengandung ciri – ciri yang berasal dari teori belajarnya:
1.      Langkah – langkah kecil. Pembelajar dihadapkan dengan sejumlah kecil informasi dan berjalan dari satu frame, atau satu unit informasi, ke frame selanjutnya secara tertib dan urut. Inilah yang dimaksudkan dengan linear program (program linear).
2.      Respons yang jelas. Overt responding (respon yang jelas) adalah harus, sehingga jawaban siswa yang benar dapat diperkuat dan respons yang salah dapat dikoreksi.
3.      Umpan balik segera. Segera sesudah memberi respons, siswa diberi tahu apakah respons mereka benar atau tidak. Immediate feedback (umpan balik segera) ini bertindak sebagai penguat jika jawabannya benar dan sebagai tindakan korektif jika jawabannya salah.
4.      Self pacing. Siswa menempuh pelajaran terprogram sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya sendiri.
Ada sejumlah variasi dalam program diatas. Misalnya, beberapa siswa mungkin melompati informasi yang sudah diketahuinya. Prosedur ini biasanya dengan memberi siswa pra-tes untuk bagian tertentu dari program, dan jika mereka bisa mengerjakannya dengan memuaskan, maka mereka diperintahkan untuk melangkah ke bagian selanjutnya. Jenis lain dari pemrograman adalah dengan mengizinkan siswa untuk “menambah” informasi lain, berdasarkan kinerja mereka.
1.      Sistem Instruksi Personal
Pendekatan yang disebut Personalized Systems of Instruction (PSI) pada mulanya dinamakan Keller Plan yang diambil dari nama Fred Keller (1899-1996), yang mengembangkan metode ini (Keller, 1968; Keller & Sherman, 1974). Seperti belajar terprogram, metode PSI mengindividualisasikan dan memberikan umpan balik yang sering dan cepat mengenai kinerja siswa. Memberikan pelajaran individual biasanya menggunakan empat langkah, yang dapat diringkaskan sebagai berikut :
1.      Menentukan materi yang akan diajarkan.
2.      Membagi materi menjadi segmen – segmen tersendiri.
3.      Menciptakan metode evaluai sejauh mana siswa telah menguasai materi dalam segmen tertentu.
4.      Mengizinkan siswa melangkah dari satu segmen ke segmen lainnya sesuai kemampuan mereka.
Penekanan dalam pengajaran (PSI) adalah pada penguasaan materi segmen yang diajarkan, biasanya ditunjukkan dengan kinerja pada ujian ringkas dan terfokus. Instruktur dapat meminta siswa menguasai materi secara menyeluruh sebelum berpindah ke segmen lain.
2.      Instruksi Berbasis Komputer
Ketika komputer dipakai untuk menyajikan pengajaran terprogram atau jenis materi pelajaran lainnya, proses ini dinamakan computer-based instruction (CBI) (pengajaran berbasis komputer) yang juga terkadang dinamakan instruksi berbantuan komputer. Komputer bukan hanya dapat digunakan untuk menyajikan materi instruksional, tetapi juga bisa untuk mengevaluasi seberapa baikkah materi telah dipelajari. Setelah satu segmen program telah diselesaikan, komputer dapat memberikan tes, menilainya, dan membandingkan nilainya dengan nilai siswa lain yang menjalankan program yang sama.
Jadi, komputer tidak hanya memberikan tanggapan langsung selama proses belajar, tetapi juga memberi hasil tes secara langsung baik itu kepada siswa maupun kepada guru. Berdasarkan prestasi murid ini, guru dapat menentukan seberapa baikkah materi telah dikuasai dan melakukan apa pun yang diperlukan untuk melakukan koreksi, sehingga CBI dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan cara yang amat berbeda dengan metode tradisional.
CBI memang sedikit canggih sehingga banyak orang yang kini percaya bahwa ia bisa dipakai untuk mengajarkan apa pun dengan cara seperti yang dilakukan oleh guru yang terbaik. Format pendidikan yang terkait dengan CBI adalah “kelas virtual”, terkadang disebut sebagai on-line education (pendidikan online). Berkat teknologi komputer yang makin canggih, modem, dan internet, kini siswa bisa duduk di depan komputer yang jaraknya ribuan mil dari sumber informasi untuk melakukan interaksi, melalui keyboard komputer, dengan instruktur atau dengan materi.
6.      Evaluasi Teori Skinner
A.    Kontribusi
Program riset Skinner yang panjang dan produktif jelas amat berpengaruh terhadap psikologi ilmiah murni maupun terapan. Dibandingkan dengan banyak karya periset lainnya, sistem Skinner cukup langsung dan dapat dengan mudah diaplikasikan ke berbagai problem mulai dari pelatihan hewan sampai terapi modifikasi perilaku manusia. Pada satu titik ekstrem, karyanya menimbulkan hukum kesesuaian dan berdampak tak langsung pada riset terhadap pembuatan keputusan behavioral. Skinner menggunakan pendekatan ideografis di mana satu objek eksperimen diamati selama periode waktu yang panjang.
Pendekatan ini, bersama dengan penggunaan pencatatan kumulatif, memberikan alternatif untuk metode riset yang dominan di bidang ini dan ia mencetuskan pendirian jurnal khusus, Journal of Experimental Analysis of Behavior. Metode tersebut memungkinkan dilakukannya studi detail dan analisis terhadap jadwal penguatan dan menghasilkan sejumlah hukum behavioral baru.
B.     Kritik
Staddon (1995), bekas mahasiswa dari Richard Herrnstein berpendapat bahwa keyakinan Skinner bahwa hukuman itu tak efektif dan bahwa, manusia tidak punya kehendak bebas, mereka tidak bisa dituntut bertanggung jawab atas perilakunya, Staddon berpendapat bahwa keyakinan Skinner ini menyebabkan praktik pengasuhan (parenting) dan legal yang keliru dan cacat, yang pada gilirannya menyebabkan naiknya angka kejahatan, tindakan melanggar hukum, dan iliterasi. Meskipun metode ideografis yang dikembangkan oleh Skinner memungkinkan pengkajian perilaku operan individu secara detail, adalah sulit untuk membandingkan hasil dari prosedur ini dengan hasil yang diperoleh dari laboratorium dengan menggunakan metode nomotetik.
 Kritik kedua diarahkan pada keengganan Skinner untuk menyusun teori, sedangkan fungsi utama teori adalah menjelaskan data dan fenomena yang ada. Dalam konteks posisi Skinerian, ada perbedaan besar antara mendeskripsikan suatu fenomena dengan usaha untuk menjelaskan fenomena itu. Sistem Skinner tidak menimbulkan kemajuan, tetapi sistem itu merupakan kemajuan yang dicirikan oleh akumulasi fenomena behavioral, bukan berasal dari pemahaman yang mendalam tentang belajar dan motivasi.


Please Follow Me !!!

×

Powered By Blogger Widget and Get This Widget